LANGKAH 12 DAN MASALAH LIMA
(MATSAILUL KHAMSAH)
MAKALAH
Diajukan sebagai
salah satu syarat kelulusan
Mata Pelajaran
Pendidikan Kemuhammadiyahan II
Oleh
Ardi Kismawan
Dalila Muthi Karima
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) 2
SMA MUHAMMADIYAH 1 METRO
2014 M/1435 H
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi oleh lembaga
Agama sekarang sudah berkembang besar. Salah satu organisasi itu adalah
Muhammadiyah. Dengan adanya kader-kader Muhammadiyah yang sekarang dan yang
akan datang. Akan membuat organisasi Muhammadiyah ini berkembang dan akan terus
berkembang. Muhamadiyah sudah akrab ditelinga masyarakat pada umumnya.
Adapun arti Muhammadiyah yaitu
orang-orang yang meyakini bahwa Muhammad.saw adalah utuan Allah.swt yang
terakhir. Semua amal usaha Muhammadiyah tak lain adalah untuk dakwah amar
ma’ruf nahi mungkar yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah.
Dengan demikian siapapun
yang beragama Islam maka dia adalah orang-orang Muhammadiyah, tanpa dilihat
atau dibatasi oleh perbedaan organisasi, golongan bangsa, geografis, suku, dan
bangsa. Berdirinya Muhammadiyah juga dengan maksud untuk mencontoh dan
menteladani Nabi Muhammad.saw dalam menegakan agama Islam semata-mata demi
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1.2 Tujuan
- Untuk menggali
informasi lebih dalam tentang Langkah 12 dan Masalah 5 Muhammadiyah.
- Untuk memenuhi tugas
Kemuhammadiyahan.
- Merangkum dari berbagai
buku Kemuhamadiyahan.
- Untuk memudahkan pembaca mengambil informasi dan ilmu dari berbagai sumber dalam satu makalah.
1.3 Rumusan Masalah
- Apakah tujuan dari di
ciptakannya Langkah 12 Muhammadiyah?
- Apa saja isi dari
Langkah 12 Muhammadiyah?
- Apa saja yang termasuk
dalam Masalah 5 Muhammadiyah?
- Mengapa masalah 5 dalam
Muhammadiyah harus dipahami?
- Apa saja yang menjadi
kendala dalam melaksanakan masalah 5 tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
12 Langkah Muhammadiyah
Salah satu
agenda besar Muhammadiyah pada masa kepemimpinan KH. Mas Mansur (1936-1942),
yang dikenal dengan “Langkah Dua Belas
Muhammadiyah”, yang direncanakan tahun 1938-1940 adalah “Menuntut Amalan
Intiqad”. Ini merupakan langkah keempat dari dua belas langkah, yang
digerakkan. KH. Mas Mansur mengawali penjelasan tentang langkah keempat ini
dengan sebuah penjelasan oleh Ibnu AbdilBarr, Al-Bazzar, dan Anas, yang
menyatakan bahwa bertuntung bagi orang yang selalu disibukkan untuk menyelidiki
aib dirinya sendiri, sehingga tidak sempat untuk menyelidiki aib orang lain”.
(Ibnu Abdil Barr, Al-Bazzar, Baihaqi, hadis hasan karena isnadnya tidak terlalu
kuat. Syekh Albani menyatakan sanadnya dhaif, tetapi maknanya benar).
Intiqad dari kata “naqd”, artinya
kritik, koleksi dan meneliti. Intiqad oleh Mas Mansur dimaknai dengan senatiasa
melakukan perbaikan diri. Ini semakna dengan istilah yang berkembang ditentang
masyarakat dengan istilah muhasabah al-nafs (interopeksi diri atau self
correction atau zelf correctie). Tentang muhasabah ini Amirul Mukminin Umar
Khattab radhiyallahu’anhu pernah mengatakan: Hisablah dirimu sbelum engkau dihisab, dan timbang-timbanglah amalanmu
sebelum engkau ditimbang. Sesungguhnya hisab atas diri sendiri itu adalah pertobatan dari segala kemaksiatan
sebelum datang kematian dengan taubat nasuha (Ihya Ulumuddin). Dalam komteks perjuangan
dan dakwah, KH. Mas Mansur menegaskan, bahwa segala usaha dan pekerjaan kita
disamping diperbesar, dikembangkan, tetapi jangan lupa untuk selalu diperbaiki,
setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh, teliti dan cermat. Kesadaran
untuk selalu meniliti dan merenungkan apa yang telah dikerjakan demi kebaikan
di masa mendatang.
Intiqad atau koreksi diri harus
dilakukan di atas landasan iman dan taqwa kepada Allah dan ditujukan untuk
menambah ketaqwaan kepada Allah. Hasil intiqad, penyelidikan dan perbaikan ini
dalam gerakan Muhammadiyah , harus dimusyawarahkan dengan dasar dan tujuan
untuk mendatangkan maslahat (manfaat) dan menjauhkan madharat (jalbul mashalih
wa darulmafasid). Dan, menjauhkan madharat (darulmafasid) harus didahulukan
dari pada yang pertama (jalbul mashalih).
Demikian jelas KH. Mas Mansur. Intiqad
adalah amal yang dapat mendatangkan kebaikan dan kesempurnaan, bahkan ia
merupakan suatu syarat yang pokok dalam usaha menuju perbaikan dan
kesempurnaan. Dengan intiqad, baik secara pribadi maupun jamaah, kita akan
dapat mengetahui segala apa yang ada pada kita, yang baik dan yang buruk.
Dengan demikian akhirnya kita dapat menambah apa-apa yang telah baik dan dapat
merubah segala yang tidak atau kurang baik. Pekerjaan intiqad itu suatu amal
yang terpuji dan diperintahkan agama islam. Oleh sebab itu amal intiqad harus
menjadi langkah Muhammadiyah.[1]
Istilah langkah 12 telah di
populerkan pada masa jabatan K.H Mas Mansur. Namun dalam perjalanan
Muhammadiyah atau khittah muhammadiyah. Dengan perumusan kembali khitah
muhammadiyah dalam setiap mukhtamar, bukan berarti khitah yang telah di
rumuskan pada dasarnya merupakan garis perjuangan yang bersifat umum. Selama
isi khitah masih relevan dengan keaadaaan yang dihadapi oleh muhammadiyah, maka
khitah tersebut masih berlaku. Istilah 12 langkah muhammadiyah sebenarnya tidak
terdapat dalam dokumen resmi muhammadiyah. Berdasar dari hoofdbestuur
moehammadijah yogyakarta tanggal 7 mei 1939, no 295/ E lampiran, dari hal :
muqadimah tafsir langkah muhammadiyah, istilah yang dipakai adalah : langkah
muhammadiyah itu berisi 12 angka, maka lebih populer dengan istilah 12 langkah
muhammadiyah.[2]
B. Matan Langkah Muhammadiyah Tahun 1938-1940
Muhammadiyah
dengan sungguh-sungguh Melangsungkan langkahnya yang lebih luas dan menetapkan
jejaknya yang kokoh, dalam tahun 1938-1940, langkah ini timbul karena dalam
organisasi sering timbul kejenuhan, kebosanan, dan tidak semangat. Langkah-langkah
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memperdalam Masuknya Iman
Iman adalah
suatu keyakinan dalam hati yang tidak boleh di campuri oleh keragu-raguan dan
dipengaruhi oleh prasangka. Disamping itu, manifestasi dari keyakinan tersebut
harus di ucapkan dengan lisan dan diwujudkan dalam segala perbuatan.
Sebagaimana sabda Nabi :
اَلإيماَنُ عَقَدُ بَقَلبِ وَاِقرَارُ باِلِّسَانِ وَعَمَلُ
بِالأَرْكَانِ
“Iman adalah kepercayaan di dalam hati, diucapkan dengan
lisan dan di amalkan dengan perbuatan.” [H.R. Ibn Majah]
Kepercayaan
adalah hal yang fundamental dalam lisan, ia menjadi titik tolak permulaan
muslim. Oleh karena itu , hidup tentunya berdasarkan atar kepercayaan diri.
Tinggi rendahnya kepercayaan akan memberikan corak kepada setiap kehidupan
seseorang.[3]
Dalam Muhammadiyah iman itu
ditablighkan, disiarkan
dengan selebar-lebarnya, yakni diberi riwayatnya dan diberi dalil buktinya,
dipengaruhkan dan digembirakan, saampai iman itu mendarah daging, masuk
ditulang sumsum dan mendalam di hati sanubari kita, sekutu-sekutu Muhammadiyah
seumumnya.[4]
2. Memperluas Faham Agama
Islam adalah
agama yang memberikan kemudahan. Maka sudah menjadi tugas kita untuk
menampilkan wajah islam yang sesungguhnya. Tidak ada amalan yang di persulit
dalam islam, melainkan atas kehendaknya sendiri. “mudahkanlah, dan jangan kamu
mempersulit, serta gembirakanlah, dan jangan membikin orang lari”
إنَّ الدِّ ينَ يَّسِرُ وَلَن يُّسَاجِ الدِّينَ اَحَد
إلَّاغَلِبَهُ فَسَدَدُوا وَ قَارَبُوا وَابَشَرُوا وَاسْتَعِيْنُوا
“Sesungguhnya
agama itu ringan, dan tiada seseorang yang memberat-beratkan agama, melainkan
ia dikalahkan oleh agama. Maka hendaklah kamu sekalian menjalankan agama itu
dengan lurus, berdekat-dekatlah dan bergembiralah. Bermohonlah pertolongan pada
waktu pagi dan sore dan sebagian waktu malam”.[H.R. Bukhari]
Menilik hadist
tersebut, teranglah bahwa ajaran agama itu mudah dan ringan. Dan keringanan
agama islam itu menyebabkan:
·
hukum-hukum
Islam itu dapat berubah berubah dengan mengingat keadaan seseorang.
Seharusnya faham agama yang sesungguhnya (murni)
dibentangkan seluas-luasnya, di uraikan dan diperbandingkan,[6]
sehingga para anggota muhammadiyah mengerti dan meyakinkan bahwa agama islam
yang paling benar, ringan dan berguna. Hingga merasa nikmat mendahulukan amalan keagamaan
itu.
3. Membuahkan Budi Pekerti
Keindahan seseorang dapat
dilihat dari budi pekerti yang di miliki. Dengan budi pekerti yang baik maka
Allah semakin cinta.
Dan orang orang yang
disampingnyapun menjadi senang. Ingatlah, bahwa salah satu penunjang kesuksesan
seseorang adalah karena ia memiliki budi pekerti yang baik. Adapun budi pekerti
adalah prilaku mulia yang dimiliki seseorang dalam setiap tindakannya. Sebagai pelajar
muhammadiyah, harus berusaha untuk mengamalkan akhlak yang terpuji (mahmudah).
Hal demikian dapat terwujud dalam hati kalian ketika terdapat perasaan takut
kepada Allah. Beberapa akhlak yang harus dipakai oleh orang mukmin, khususnya
pelajar muhammadiyah yaitu:
·
Takut kepada Allah
·
Menepati perjanjian
·
Benar
Maka
hendaklah diterangkan dengan jelas tentang budi pekerti ( akhlaq) yang terpuji
(mahmudah) dan sifat yang tercala mudzmumah), dibahas pemakainya akhlak –
akhlak yang terpuji dan menjalankan sifat yang tercala, sehingga amalan para
anggota muhammadiyah berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.[8]
4. Menuntun Amalan Intiqad
Hendaklah
senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (self correctif), segala usaha
dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya diperbaiki juga.
Buah
penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan ditempat yang tentu, dengan dasar
mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat.[9]
Artinya:
Sesungguhnya kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang orang kafir ) siksa
yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah di perbuat oleh kediua
tanganya; dan orang kafir berkata “ alangkah baiknya sekiranya aku dahulu
tanah” Q.S. An-Naba’: 40).[10]
Syekh ibn al-arabi ra,
berkata: “Yang di maksud dengan tanah adalah keberadaaanya sebagai sesuatu yang
hina, dan itulah tujuan ibadah, karena ibadah adalah penghinaan diri, dan
penghambaan.[11]
Tidak ada manusia yang
sempurna, tapi bukan berarti ketidak sempurnaan itu menjadikan tidak adanya
uppaya untuk menjadi hamba manusia yang lebih baik. Allah sangat senang kepada
hamba-Nya yang senantiasa melakukan perbaikan. Intiqad adalah syarat pokok dalam usaha menuju perbaikan dan
kesempurnaan. Dengan intiqad akan dapat diketahui segala yang baik atau tidak baik. Dengan intqad bisa menambah
apa yang bernilai baik yang membuang segala apa yang tidak baik.
Pekerjaan intiqad adalah amalan yang di perintahkan oleh Allah.
Perbuatan intiqad tidak hanya dilakikam pada diri sendiri melainkan dperuntukan
bagi teman sejawat dan badan yang dikelola oleh beberapa orang (lembaga).
Ketiga macam intiqad resebut mempunyai jalan dan cara sendiri sendiri. Cara
intiqad pada diri sendiri tidak boleh digunakan untuk intiqad kepada teman, demikian pula sebaliknya.
intiqad kepada diri sendiri.
Agar bisa membuahkan budi pekerti sebagai mana yang terdapat
pada langkah ketiga muhammadiyah. Adapun jalan yang di amalkan adalah:
- Intiqad kepada diri
sendiri adalah kewajiban yang tidak boleh dilalaikan oleh setiap orang.
·
Sediakan
waktu paling tidak sekali dalam seminggu untuk membaca Al- Quran dan Hadist
denga fikiran yang tenang dan hati yang suci. Kemudian mencocokkan apa yang
teah di baca tersebut dengan diri sendiri.
·
Bermuhasabah
sebelum tidur sejenak kita pikirkan tindakan apa saja yang sudah kita lakukan
hari ini.
- Intiqad kepada
teman sejawat
Perbaikan kepada orang lain
juga harus menjadi dasar dan tujuan setiap kaum muslimin. Perbaikan terhadap di
lakukan ketika terbukti kesalahanya, setelah melakukan penyelidikan secara
benar. Jalan untuk perbaikan bagi orang lain di lakukan demi mengamalkan amar
ma’ruf nahi mungkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran). Dalam
memberikan peringatan harus sesuai dengan situasi dan kondisi dengan
menggunakan dasar “menarik kemaslahatan dan menjauhkan mudharat” serta di
iringi dengan hikmah dan bijaksana.
- Intiqad
kepada suatu badan yang di kelola oleh beberapa orang (lembaga)
Hal ini di bagi menjadi 2:
1) intiqad kepada
persyarikatan atau mejelisnya sendiri
2) intiqad kepada
persyarikatan atau majelis lain
Cara melakukan intiqad :
Pertama, perserikatan atau
majelis melakukan evaluasi, refleksi dan introspeksi terhadap kebijakan,
program dan kegiatan yang disusun maupun yang sudah di laksanakan. Dengan cara
ini perserikatan atau majelis akan menemukan kebaikan dan kekurangan atau
kelemahan kemudian memperbaiki kekurangan atau kelemahannya.
Kedua, perserikatan atu
mejelis memperbanyak amar ma’ruf nahi mungkar di dalam dan di luar perserikatan
atau majelis.[12]
5. Menguatkan persatuan.
Hendaklah
menjadikan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan
mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan
mendekatkan lahirnya pikiran-pikiran kita.[13]
Hidup akan lebih indah jika
senantiasa meguatkan persatuan organiasasi dan mengokohkan persaudaraan.
Persatuan didakwahkan oleh agama islam dan di contohkan oleh para Nabi Muhammad
s.a.w. Semua hal yang mendatangkan
persatuan di perintahkan dalam islam.
Sebaliknya segala sesuatu yang mendatangkan
perselisihan di larang dalam islam. Kesatuan merupakan salah satu syarat pokok
dalam meraih kekuatan. Adanya kerajaan-kerajaan atau perkumpuan yang utuh di
sebabkan adanya persatuan. Kesatuan diraih dengan penuh kesabaran melalui
penguat organisasi, mengokohkan persaudaraan, mempersamakan hak-hak dan
memberikan kemerdekaan pada lahirnya pemikiran-pemikiran.
Dasar pergaulan menurut
tuntunan alquran dan hadist adalah:
a. Mencintai saudaranya
sebagaimana cinta dan sayang kepada dirinya sendiri.
b. Memberi maaf akan
kesalahan dan menyambung persaudaraan.
c. menghargai diri,
kemanusiaan, dan hak milik orang lain.
6. Menegakan keadilan
Keadilan itu harus di
jalankan sebagai mana mestinya, walaupun akan membahayakan dirinya
sendiri. Ketetapan yang seadil adilnya
harus dibela dan di pertahankan dimana saja.[15]
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil,
berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertawakalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S.
Al-Maidah : 8)[16]
7. Melakukan kebijaksanaan.
Dalam setiap gerak, tidak
boleh melupakan hikmah (kebijakansanaan). Hikmah hendaklah disandarkan kepada
kitabullah dan sunnah rasulullah. Kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan kedua
pedoman hidup harus kita buang secepatnya, karena itu bukan kebijsanaan yang
sesungguhnya.[17]
8. Menguatkan majlis tanwir
Tanwir mempunyai pengaruh
besar dalam kalangan organisasi muhammadiyah yang menjadi tangan kanan yang
bertenaga di sisi PP Muhammadiyah. Karena wajiblah tanwir di perteguhkan dan di
atur sebaik-baiknya. sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti
perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka
mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.[18]
9. Mengadakan konferensi bagian
Untuk mengadakan garis yang
tetentu dalam langkah- langkah dan perjuangan kita, hendaklah diadakan
musyawarah- musyawarah.
Terutama untuk hal yang
khusus dan penting seperti usaha- usaha da’wah islam di seluruh indonesia dan
lain-lain.
10. Mempermusyawarahkan putusan
Agar
dapat keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada
keputusan yang mengenai kepala Majlis(Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang
bersangkutan itu ledih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara mengahasilkannya
dengan segera. atau
menghasilkan keputusan secara tepat.[19]
11. Mempertajam gerak langkah
Pandangan kita hendaklah di
pertajam, mengawasi gerak kita yang ada dalam muhammadiyah, baik mengenai yang
sudah lalu, baik yang telah berjalan, sedang berlangsung maupun yang akan
datang/ berkembang.[20]
12. Mempersabungkan gerakan luar
Kita
berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain
persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim,
tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya
masing-masing terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin Islam.[21]
Langkah ke-1
sampai ke-7 merupakan langkah ilmu yang mengharuskan adanya penjelasan –
penjelasan. Adapun langkah ke-8 sampai langkah terakhir (ke-12) adalah langkah
mati, yakni tinggal dipraktikkan.[22]
C.
Masalah Lima (Matsailul Khamsah)
Sejak tahun 1935
upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah dimulai, dengan surat edaran
yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan
Pusat) Muhammadiyah. Langkah pertama kali yang telah ditempuh adalah dengan
mengkaji “Mabadi’ Khomsah” (Masalah Lima) yang merupakan sikap dasar
Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum.
Karena adanya
penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan, perumusan Masalah Lima tersebut baru
bisa diselenggarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955 dalam Muktamar Khusus
Majlis Tarjih di Yogyakarta.
1.
Agama
Agama
yakni agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ialah apa yang diturunkan
Allah di dalam alquran dan yang tersebut dalam sunah yang shahih, berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia
di dunia dan akhirat.
2.
Dunia
Yang di maksud
“urusan dunia” dalam sabda rasululllah saw. “Kamu lebih mengerti urusan
duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugasnya para nabi (yaitu
perkara-perkara / pekerjaan-pekerjaan /urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya
kepada kebijaksanaan manusia).
3.
Ibadah
Ibadah ialah
bertaqorrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah. Dengan jalan mentaati segala
perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang di
izinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum ada yang khusus.
·
Yang
umum ialah segala yang diizinkan Allah.
·
Yang
khusus ialah apa yang telah ditetapkan. Allah akan perincian-perinciannya.
Tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
4.
Sabilillah
Sabilillah ialah jalan yang menyampaikan
kepada keridhaan Allah, berupa segala amalan yang di izinkan Allah untuk
memuliakan Kalimat (agama)-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya.
5.
Qiyas
1.
Setelah
persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu tiga kali sidang, dengan mengadakan
tiga kali pandangan umum dan satu kali tanya-jawab antara kedua belah pihak ;
2.
Setelah
mengikuti dengan teliti akan jalannya pemicaraan dan alasan-alasan yang
dikemukakan oleh kedua belah pihak, dan dengan MENGINSYAFI bahwa tiap-tiap
keputusan yang diambil olehnya itu hanya sekedar mentarjihkan di antara
pendapat-pendapat yang ada, tidak berarti menyalahkan pendapat yang lain.
Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, maka Majlis Tarjih
terus berusaha merumuskan Manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan
hukum. Dan pada tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, setelah
Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo, Majlis Tarjih baru berhasil merumuskan 16 poin
pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
D. Pokok-Pokok
Manhaj Majlis Tarjih
Adapun
Pokok-Pokok Manhaj Majlis Tarjih ( disrtai keterangan singkat) adalah sbb:
1.
Di dalam beristidlal
(mencari dalil yang tidak ada pada nash Alquran dan al-Sunnah, tidak
ada pada Ijma dan tidak ada pada Qiyas. [23]), dasar utamanya adalah Al
Qur’an dan Al Sunnah al Shohihah.
Ijtihad dan
istinbath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat dalam nash,
dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi (penghambaan diri),
dan memang hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan
perkataan lain, Majlis Tarjih menerima Ijtihad, termasuk qiyas, sebagai cara
dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung. (Majlis tarjih
di dalam berijtihad menggunakan tiga macam bentuk ijtihad : Pertama : Ijtihad Bayani : yaitu
(menjelaskan teks al Qur’an dan Hadist yang masih mujmal, atau umum, atau
mempunyai makna ganda, atau kelihatan bertentangan atau sejenisnya), kemudian
dilakukan jalan tarjih. Sebagai contohnya adalah Ijtihad Umar untuk tidak
membagi tanah yang di taklukan seperti tanah Iraq, Syam, Mesir kepada pasukan
kaum muslimin, akan tetapi dijadikan “Khoroj (pajak bumi)” dan hasilnya
dimasukan dalam baitul mal muslimin, dengan berdalil Qs Al Hasyr ; ayat 7-10. Kedua : Ijtihad Qiyas : yaitu penggunaan
metode qiyas untuk menetapkan ketentuan hukum yang tidak di jelaskan oleh teks
Al Qur’an maupun Hadist, diantaranya : men-qiyaskan zakat tebu, kelapa, lada,
cengkeh, dan sejenisnya degan zakat gandum, beras dan makanan pokok lainnya,
bila hasilnya mencapai 5 wasak (7,5 kwintal).
Ketiga : Ijtihad Istishlahi : yaitu menetapkan hukum yang tidak ada
nashnya secara khusus dengan berdasarkan ilat demi untuk kemaslahatan
masyarakat, seperti; membolehkan wanita keluar rumah dengan beberapa syarat,
membolehkan menjual barang wakaf yang diancam lapuk, mengharamkan nikah antar
agama dll.
2.
Dalam memutuskan sesuatu keputusan, dilakukan dengan
cara musyawarah. Dalam menetetapkan maslah Ijtihad, digunakan sistem Ijtihad
jama’I. Dengan demikian pendapat perorangan dari anggota majlis, tidak
dipandang kuat.
(Seperti
pendapat salah satu anggota Majlis Tarjih Pusat yang pernah dimuat di dalam
majalah Suara Muhammadiyah, bahwa dalam penentuan awa bulan Ramadhan dan Syawal
hendaknya menggunakan Mathla' Makkah. Pendapat ini hanyalah pendapat pribadi
sehingga tidak dianggap kuat. Yang diputuskan dalam Munas Tarjih di Padang
Oktober 2003, bahwa Muhammadiyah menggunakan Mathla’ Wilayatul Hukmi).
3. Tidak
mengikatkan diri kepada suatu madzhab, akan tetapi pendapat-pendapat madzhab (pemikiran dan penelitian[24] ), dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan hukum. Sepanjang sesuai dengan jiwa Al Quran dan
al- Sunnah, atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat. (Seperti halnya ketika
Majlis Tarjih mengambil pendapat Mutorif bin Al Syahr di dalam menggunakan
Hisab ketika cuaca mendung, yaitu di dalam menentukan awal Ramadhan.
Walaupun pendapatnya menyelisih Jumhur
Ulama. Sebagai catatan : Rumusan di atas, menunjukan bahwa Muhammadiyah, telah:
menyatakan diri untuk tidak terikat dengan suatu madzhab, dan hanya
menyandarkan segala permasalahannya pada Al-Qur’an dan Hadist saja. Namun pada perkembangannya, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan
yang mempunyai pengikut cukup banyak, secara tidak langsung telah membentuk
madzhab sendiri, yang disebut “ Madzhab Muhammadiyah”, ini dikuatkan dengan
adanya buku panduan seperti HPT (Himpunan ke Putusan Tarjih).
4.
Berprinsip
terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya majlis Tarjih yang paling
benar.
Keputusan diambil atas dasar landasan dalil-dalil yang
dipandang paling kuat, yang di dapat ketika keputusan diambil. Dan koreksi dari
siapapun akan diterima. Sepanjang dapat diberikan dalil-dalil lain yang lebih
kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah keputusan yang
pernah ditetapkan. (Seperti halnya pencabutan larangan menempel gambar KH.
Ahmad Dahlan karena kekawatiran terjadinya syirik sudah tidak ada lagi,
pencabutan larangan perempuan untuk keluar rumah dll)
5.
Di
dalam masalah aqidah ( Tauhid ) , hanya dipergunakan dalil-dalil mutawatir. Keputusan yang membicarakan tentang aqidah dan iman ini dilaksanakan pada
Mukatamar Muhammadiyah ke-17 di Solo pada tahun 1929. Namun rumusan di atas
perlu ditinjau ulang. Karena mempunyai dampak yang sangat besar pada keyakinan
sebagian besar umat Islam, khususnya kepada warga Muhammadiyah. Hal itu, karena
rumusan tersebut mempunyai arti bahwa Persyarikatan Muhammadiyah menolak
beratus-ratus hadits shohih yang tercantum dalam Kutub Sittah, hanya dengan
alasan bahwa hadits ahad tidak bisa dipakai dalam masalah aqidah. Ini dipegang
erat akan tergusur dengan rumusan diatas, sebut saja sebagai contoh : keyakinan
adanya adzab kubur dan adanya malaikat munkar dan nakir, syafa’at nabi Muhammad
saw pada hari kiamat, sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga, adanya
timbangan amal, ( siroth ) jembatan yang membentang di atas neraka untuk masuk
syurga, ( haudh ) kolam nabi Muhammad saw, adanya tanda-tanda hari kiamat
seperti turunnya Isa, keluarnya Dajjal. Rumusan di atas juga akan menjerat
Persyarikatan ini ke dalam kelompok Munkiru al-Sunnah, walau secara tidak
langsung.
6.
Tidak
menolak ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan. ( Ijma’ dari segi kekuatan
hukum dibagi menjadi dua.
pertama :
ijma’ qauli, seperti ijma’ para sahabat untuk membuat standarisasi penulisan Al
Qur’an dengan khot Ustmani, kedua :
ijma’ sukuti. Ijma’ seperti ini kurang kuat. Dari segi masa, Ijma’ yang
diterima oleh muhammadiyah adalah ijma’ sahabat.
7.
Terhadap
dalil-dalil yang nampak mengandung ta’arudl (bertentangan[25]), digunakan cara “al jam’u wa al taufiq”. Dan kalau tidak dapat, baru
dilakukan tarjih. ( Cara-cara melakukan jama’ dan taufiq, diantaranya adalah : Pertama ; Dengan menentukan macam
persoalannya dan menjadikan yang satu
termasuk bagian dari yang lain. Seperti menjama’ anatara QS Al Baqarah 234
dengan QS Al Thalaq 4 dalam menentukan batasan iddah orang hamil , Kedua : Dengan menentukan yang satu
sebagai mukhashis (pengkhususan)
terhadap dalil yang umum. Seperti : menjama’ antara QS Ali Imran
86, 87 dengan Ali Imran 89, dalam menentukan hukum orang kafir yang bertaubat,
seperti juga menjama’ antara perintah sholat tahiyatul Masjid dengan larangan
sholat sunnah ba’da Ashar,
Ketiga :
Dengan cara mentaqyid (membatasi) sesuatu yang masih mutlaq, yaitu membatasi pengertian luas, seperti
menjama’ antara larangan menjadikan pekerjaan membedakan sebagai profesi dengan
ahli bekam yang mengambil upah dari pekerjaannya. Keempat : Dengan menentukan arti masing-masing dari dua dalil yang
bertentangan, seperti : menjama’ antara pengertian suci dari haid yang berarti
bersih dari darah haid dan yang berarti bersih sesudah mandi. Kelima : Menetapkan masing-masing pada
hukum masalah yang berbeda, seperti larangan sholat di rumah bagi yang rumahnya
dekat masjid dengan keutamaan sholat sunnah di rumah.
8.
Menggunakan
asas “saddu al-daral” untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah (rusak[26]). (Saddu al dzara’I adalah perbuatan untuk mencegah hal-hal yang mubah,
karena akan mengakibatkan kepada hal-hal yang dilarang). Seperti
: Larangan memasang gambar KH. Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah,
karena dikawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan. Walaupun akhirnya larangan
ini dicabut kembali pada Muktamar Tarjih di Sidoarjo, karena kekawatiran
tersebut sudah tidak ada lagi. Contoh lain adalah larangan menikahi wanita non
muslimah ahli kitab di Indonesia, karena akan menyebabkan fitnah dan
kemurtadan. Keputusan ditetapkan pada Muktamar Tarjih di Malang 1989.
9. Men-ta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan
dalil-dalil Al Qur’an dan al Sunnah, sepanjang sesuai dengan tujuan syare’ah. Adapun qaidah : “al hukmu yaduuru
ma’a ‘ilatihi wujudan wa’adaman” [Berlaku tidaknya hukum tergantung dari ada atau
tidaknya sebab diberlakukannya hukum itu berlaku bersama sebabnya]. dalam hal-hal tertentu, dapat berlaku “Ta’lil Nash yaitu
memahami nash Al Qur’an dan hadits, dengan mendasarkan pada Illah yang
terkandung dalam nash. Seperti perintah menghadap arah Masjid Al Haram dalam
solat, yang dimaksud dengan arah ka’bah, juga perintah untuk meletakkan hijab
antara laki-laki dan perempuan, yang dimaksud adalah menjaga pandangan antara
laki-laki dan perempuan, yang pada Muktamar Majlis Tarjih di Sidoarjo 1968
diputuskan bahwa pelaksanaannya mengikuti kondisi yang ada, yaitu pakai tabir
atau tidak, selama aman dari fitnah).
10. Pengunaan dalil-dalil untuk menetapkan suatu hukum,
dilakukan dengan cara konprehensif, utuh dan bulat. Tidak terpisah. (Seperti
halnya di dalam memahami larangan menggambar makhluk yang bernyawa, jika
dimaksudkan untuk disembah atau dikawatirkan akan menyebabkan kesyirikan).
11. Dalil-dalil umum al Qur’an dapat ditakhsis dengan hadits
Ahad, kecuali dalam bidang aqidah. ( Lihat keterangan dalam point ke 5
).
12. Dalam mengamalkan agama Islam, menggunakan prisip “Tafsir”
(Diantara contohnya adalah : dzikir singkat setelah sholat lima waktu, sholat
tarawih dengan 11 rekaat).
13. Dalam bidang Ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya
dari Al Qur’an dan al Sunnah, pemahamannya dapat dengan menggunakan akal,
sepanjang dapat diketahui latar belakang dan tujuannya.
Meskipun harus diakui, akal bersifat nisbi, sehingga
prinsip mendahulukan nash dari pada akal memiliki kelunturan dalam
menghadapi situasi dan kondisi. (Contohnya, adalah ketika Majlis Tarjih
menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal, selain menggunakan metode Rukyat,
juga menggunakan metode al Hisab. Walaupun pelaksanaan secara rinci terhadap
keputusan ini perlu dikaji kembali karena banyak menimbulkan
problematika pada umat Islam di Indonesia).
14. Dalam hal-hal yang termasuk “al umur al dunyawiyah” yang
tidak termasuk tugas para nabi, penggunaan akal sangat diperlukan, demi
kemaslahatan umat.
15.
Untuk
memahami nash yang memiliki dua makna atau lebih (musytarak), paham sahabat dapat diterima.[27]
Untuk
point yang ke 16 kami belum dapat menemukan sumber yang berhubungan dengan hal
tersebut.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
1. Dari penjelasan awal hingga akhir, Langkah dua belas
dalam Muhammadiyah itu bertujuan tak lain adalah untuk mengoreksi, memperbaiki,
kehidupan islam di muhammadiyah.
2. Langkah 12
sebenarnya tidak terdapat dalam dokumen resmi muhammadiyah. Dan langkah
tersebut meliputi: memperdalam masuknya iman, memperluas faham agama,
membuahkan budi pekerti, menuntun amalan intiqad (mengoreksi diri sendiri),
mengguatkan persatuan, menegakkan keadilan, melakukan kebijaksanaan,
mengguatkan majlis tanwir, mengadakan koferensi bagian, memusyawarahkan
putusan, mempertajam gerakan langkah (sebaik apapun gerakan kita, kita harus tetap
mengawasi seluruhnya, dan
mempersambungkan gerakan luar.
3.
Dalam
muhammadiyah yang termasuk masalah lima, yaitu: agama, dunia, ibadah, sabilillah, dan qiyas.
4. Alasan mengapa masalah lima harus dipahami, hal itu
karena kita tidak hanya harus mengerti tentang masalah lima, tetapi kita juga
harus paham. Jadi kita harus mengerti mana yang salah dalam islam, dan
kita dapat mengetahui kebenarannya.
5. Ada bermacam macam kendala saat melaksanakan masalah lima
muhammadiyah salah satunya dan yang sering terjadi adalah, ketika dalam
masyarakat yang termasuk non organisasi muhammadiyah. Pasti akan tibul perkataan- perkataan dari
mereka yang menganggap kita sebagai orang yang asing.
- Saran
1. Sebagai pelajar muhammadiyah kita harus mampu memilih dan
memilah sebuah persoaalan.
2. Kita
sebagai orang islam tisak hanya mengoreksi dan menilai orang lain. Tetapi kita
juga harus memberatkan untuk mengoreksi diri kita sendiri.
3. Kita
harus memahami tentang agama islam, menguatkan iman, bermusyawarah, dan juga
menguatkan persatuan.
DAFTAR PUSTAKA
- Rahma, Dewi. 2008. PENDIDIKAN
KEMUHAMMADIYAHAN Kelas 8. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta
- Muda Ofset, Mitra. 2003. Pedoman bermuhammadiyah, Yogyakarta:
Majelis pengembangan kader dan sumber daya isnani pimpinan pusat
muhammadiyah.
- Rudion, S.Pd. I, M.Pd, I. Pendidikan
Kemuhammadiyahan 2. Metro: Sma Muhammadiyah 1 Metro.
- Mubarok, Amin. Himpunan Putusan
Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
- Pasha, Musthafa. Kamal. 2003. Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Tajdid. Yogyakarrta: Citra Karsa mandiri.
- Jazari,
Ibnul. 2012. Hukum Makan Bawang Sebelum Shalat Jika Bisa
Hilangkan Baunya. [online]. Tersedia: http://salafartikel.
wordpress.com/ 2012/04/10/ [6 april 2014]
- MZ, Azhar. 2011. “Istidlal“. [online]. http:// www.al-alauddin.com /2011/10/istidlal.html. selasa, [1 April 2014]
- Zulfitri, Rizki.
2013. “Pengertian Mazhab Dalam Islam dan Pembagiannya”.
[online]. Tersedia: http://rizkizulfitri-kiena.blogspot. com/ 2013/02/pengertian-mazhab-dalam-islam-dan.html.
senin. [7 April 2014]
- Al-Jauzaa',
Abu. 2012. “Najd
Bukan ‘Iraq ?”. [online]. Tersedia: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/10/najd-bukan-iraq.html.
senin [ 7 April 2014]
dan
Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. 2008, hal.6
dan
Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, 2008, hal. 6
[7]. Dewi Rahma, Pendidikan Kemuhammadiyahan Kelas 8, Yogyakarta: Majelis Pendidikan
Dasar
dan
Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, 2008, hal 8
15:18:44
blogspot.com
/2012/02/ tafsir-langkah-muhammadiyah.html. minggu 6 April, 9:55:41
[12]. Dewi Rahma. Pendidikan Kemuhammadiyahan Kelas 8. Yogyakarta: Majelis Pendidikan
Dasar
dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Daerah Istimewa Yogyakarta. 2008. hal. 9-10
15:15:22
[15]. Dewi Rahma. Pendidikan Kemuhammadiyahan Kelas 8. Yogyakarta: Majelis Pendidikan
Dasar
dan
Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta. 2008. hal
10.
15:17:22.
[17].Dewi Rahma. PENDIDIKAN KEMUHAMMADIYAHAN Kelas 8. Yogyakarta: Majelis
Pendidikan
Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa
Yogyakarta.
2008. hal 10.
[20]. Dewi Rahma. Pendidikan Kemuhammadiyahan Kelas 8. Yogyakarta: Majelis Pendidikan
Dasar
dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Daerah Istimewa Yogyakarta. 2008. hal 11.
[21]. Rudion. Op.Cit. Hal. 49
[23]. Azhar MZ. “Istidlal“.
Istidlal- al-alauddin. http://www.al-alauddin.com/2011/10/istidlal.html.
selasa, 1 April 2014.
09:00:22
rizkizulfitri-kiena. blogspot.com/ 2013/
02/pengertian-mazhab-dalam-islam-dan.html. senin, 7
April
2014. 15:36:44
jauzaa.blogspot.com/2010/10/najd-bukan-iraq.html.
senin, 7 April 2014. 16:33:22
Berbicara. http:// ahmadfadhli.com.my/ 2009/ 12/ penyelesaian-isu-isu-semasa-mengikut-
konsep-mafsadah/. Senin, 7 April 2014. 16:35:22
How to Make Money in Sports Betting at BetMGM | Betting in US
BalasHapusHow to make money from Sports Betting at BetMGM. Learn how to make kadangpintar money from BetMGM หารายได้เสริม sports betting in the US. 바카라 사이트